Browsed by
Category: Susastra

Paradoks dalam Manuskrip

Paradoks dalam Manuskrip

Buku puisi Paradoks (2017) karya penyair Bambang Widiatmoko ini berisi 62 judul sajak atau puisi. Kalau saya tidak salah hitung. Saya sudah membacanya dua kali. Pertama saya baca dengan tempo cepat, lalu yang kedua saya lakukan secara lambat dan serius. Dan berikut adalah hasil pembacaan saya. Sang penyair di buku telah “menandai” banyak hal, lewat sajak-sajaknya. Penandaan yang saya maksud adalah ketika penyair menemukan bahan isi puisinya. Di buku ini, bahan yang yang diolah adalah soal religiositas, kesejarahan, tentang perempuan…

Read More Read More

Seni-Sastra sebagai Jalan Budaya dan Pembentuk Kepribadian dalam Menghadapi Paham Fundamentalisme

Seni-Sastra sebagai Jalan Budaya dan Pembentuk Kepribadian dalam Menghadapi Paham Fundamentalisme

Perdamaian selalu terisi jawaban bagi setiap masalah yang ada, sedangkan terorisme selalu terisi masalah, bagi setiap jawaban yang ada (AM. Hendropriyono, 2009) Di dalam disertasi filsafatnya tentang terorisme, Hendropriyono menyatakan bahwa terorisme merupakan tindak kejahatan yang tidak tunduk pada aturan apa pun, karena nilai kebenarannya terletak dalam dirinya sendiri–di sini terorisme dikaji dalam perspektif filsafat analitika bahasa (Disertasi Fakultas Filsafat UGM, 2009). Kejahatan terorisme ini pun, sebenarnya adalah puncak dari paham fundamentalisme–saya lebih memilih terma “fundamentalisme” untuk menunjuk pandangan/gerakan politik…

Read More Read More

Mandi Bungas dan Enam Perempuan yang Ngeblues

Mandi Bungas dan Enam Perempuan yang Ngeblues

Kalau kita sedang dan telah membaca suatu teks, terlebih Sastra, maka hampir takmungkin kita mengelak untuk diburu imaji, disergap makna. Setelah membaca Mandi Bungas, dengan mengamini Seno Gumira Ajidarma dalam Pengantarnya, saya melihat buku ini jelas-jelas dikonstruk oleh wacana politik gender, dengan rajutan ragam makna-imaji yang bagi saya, sangat biru, bersuara blues. Tentu, daya tarik buku ini, pertama-tama adalah karena keenam penulisnya perempuan. Masing-masing menawarkan dua judul cerpen. Adil sekali. Di situ, bunyi-bunyian khas blues itu akan kita temui pada…

Read More Read More

Memuisikan Klungkung

Memuisikan Klungkung

Di 21 November (2016) yang lalu, Bang Asa (Ali Syamsudin Arsi) menghubungi saya via fesbuk. Ia minta saya membicarakan buku puisi Klungkung: Tanah Tua, Tanah Cinta di Kindai Sastra. Oleh karena suka menikmati puisi, suka pula membicarakannya, maka saya iyakan permintaan itu. Tapi karena aslinya saya ini tak suka ngomong, maka dengan tulisan pendek ini saya harap bisa melengkapi omongan saya. Soal buku puisi Klungkung ini, yang pertama kali akan saya tawarkan untuk dibicarakan adalah mengenai tematiknya. Yakni soal Klungkung…

Read More Read More

Puisi-Puisi Amrus Natalsya: Berterang-terang dalam Remang Kebudayaan

Puisi-Puisi Amrus Natalsya: Berterang-terang dalam Remang Kebudayaan

Melalui kehendak baik kawan-kawan Sanggar Bumi Tarung Fans Club (SBTFC), Kasisab dan Gusdurian Kalsel-lah, malam ini kita bisa membicarakan sekaligus mengapresiasi buku puisi karya seorang maestro, Amrus Natalsya, yang lebih dikenal masyarakat seni kita sebagai perupa, ketimbang penyair atau penulis puisi. Demikian karena jejak kesenimanan Amrus memang lebih banyak terekam di jalan seni rupa, melalui karya-karya lukis maupun patung-patungnya. Oleh karena konteks malam ini bincangan sastra, tentunya pembicaraan kita pun harus disandarkan pada teks puisinya, pada sajak-sajak Amrus. Tapi bersandar…

Read More Read More