Harapan untuk Rektor Baru Unlam

Harapan untuk Rektor Baru Unlam

 

unlam-menggapai-harapan
Buku ini memuat tulisan ini pada halaman 190-196 (Abbas, 2015)

Sutarto Hadi telah resmi dilantik oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta pada Jumat pekan lalu (19/9) sebagai rektor Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) yang baru menggantikan HM Ruslan. Seperti pendahulunya, pelantikannya di Jakarta dinilai sebagai akibat dari pemilihan rektor yang bermasalah. Masalah ini adalah salah satu dari banyak masalah yang ada di Unlam.

Terpilihnya Sutarto pada usia 48 tahun memberikan harapan besar bagi setiap sivitas Unlam muda dan potensial untuk berani bermimpi menjadi rektor meskipun tidak melalui tahapan prosedural yang kaku, yang mengharuskannya merangkak dari Ketua Jurusan dan Dekan. Posisi Pembantu Rektor IV yang sebelumnya tak dikenal di Unlam seperti memang dipersiapkan sebagai batu loncatan untuknya pada suksesi kampus 2010.  Bahkan ini sebenarnya bisa jadi inspirasi bagi proses suksesi di tingkat fakultas dan program studi bahwa sivitas muda yang potensial dan berintegritas perlu diberi banyak peluang untuk memimpin.

Ia tampaknya memang diinginkan membawa Unlam meninggalkan cap buruknya sebagai Universitas Lambat Maju. Salah satu penyebab kelambatan itu adalah kultur suksesi kepemimpinan yang tidak berorientasi pada sivitas muda berkualitas. Unlam selama ini masih mengedepankan senioritas sehingga jika ada sivitas muda yang berkualitas akan segera distigmasi dengan predikat kalajuan atau terlalu cepat dalam pengertian negatif dan dipandang kurang sopan dan beradat. Dalam konteks ini wajar jika Sutarto belum pernah jadi Kajur atau Dekan di fakultasnya.

Selain soal senioritas, nama Sutarto yang beraroma Jawa bisa menyulitkan bagi kultur suksesi yang masih menjadikan isu rasial sebagai alat menjegal lawan. Wajar jika kemenangannya pun masih disambut dengan komentar “kumpai mangalahakan banua” yang artinya kemenangan Sutarto dinilai sebagai kekalahan orang Banjar. Oleh karena itu, kepemimpinaan Sutarto juga harus membuktikan bahwa Unlam tidak akan dikelola karena pertimbangan kelompok suku, agama, dan latar belakang apapun tetapi semata-mata karena alasan rasionalitas dan profesionalitas.

Terpilihnya guru besar matematika realistik termuda dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) ini tentu disikapi beragam baik di kalangan sivitas FKIP maupun Unlam. Apapun pertimbangan mereka kini Sutarto bukan hanya rektor para pendukung, penyanjung, dan pemujinya. Ia adalah rektor untuk banyak masalah Unlam yang harus segera ia bereskan dalam waktu yang terbatas.

Ucapan selamat dari sivitasnya di fakultas dalam kain bentang ungu sangatlah sederhana: semoga amanah. Harapan itu tentu lahir dari kesadaran bahwa keterpurukan Unlam secara substantif selama ini karena pancaran amanah yang redup. Lewat harapan singkat itu sivitasnya ingin ia berani dan tangkas membawa amanah ke momen terang-benderang. Demi amanah, semoga ia berani tidak populer dan tidak cari aman. Seperti lilin yang berani terbakar untuk menerangi sekelilingnya.

Sebagai salah satu sivitas sefakultas, pada masa kampanyenya saya hanya menitipkan beberapa hal sederhana untuk dibereskan. Pertama, sistem informasi akademik. Coba lihat laman rektor terpilih ini yang tampil online lebih cantik dari pada laman Unlam. Kecantikan laman pribadinya itu, yang juga mungkin menambah nilai pencalonannya, adalah baseline dan parameter kinerja amanah yang harus ia buktikan. Ia harus mampu memperbaiki sistem akademik kampus agar permukaannya cantik dan sistemnya terintegrasi.

Kedua, kita sepakat bahwa perpustakaan kampus adalah jantung perguruan tinggi. Perpustakaan Unlam harus menjadi pusat interaksi keilmuan bagi seluruh sivitas dan masyarakat umum. Perpustakaan Unlam sampai sekarang masih sangat menyedihkan. Katalog koleksinya tak bisa diakses secara online. Dengan perpustakaan seperti ini nilai akreditasi B belum terlalu perlu dibanggakan secara substantif.

Ketiga, semua dosen di Indonesia mengetahui bahwa tugas mereka bukan cuma mengajar. Dua tugas utama lainnya adalah penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Atmosfer akademik di Unlam kurang melegakan nafas karena sejauh ini tidak jelas berapa besar dukungan pendanaan Unlam untuk kegiatan penelitian dan keterlibatan dosen dalam forum ilmiah nasional dan internasional. Bahkan sejauh ini Unlam tidak memiliki jurnal-jurnal ilmiah di Unlam banyak yang tumbang.

Kejelasan keberpihakan Unlam untuk menyemarakkan atmosfer akademik berkaitan erat dengan peningkatan kesejahteraan yang bisa mengurangi keinginan para dosen untuk mengais-ngais kesejahteraan dari luar tiga tugas utamanya.

Ketiga harapan ini berakar dari nilai pendidikan karakter yang kini ramai dibicarakan di FKIP. Nilai kejujuran harus diimplementasikan dengan sistem informasi yang bagus dan kepastian penganggaran untuk peningkatan kualitas pelayanan dan atmosfer akademik. Peletakan dasar sistem yang terintegasi dan realistik tentu merupakan perwujudan dari nilai-nilai kerjasama dan tanggung jawab. Dengan niat kerjasama yang bertanggungjawab, egosektoral harus luruh. Kita harus jujur bahwa Unlam harus dibangun bersama dengan semangat kebersamaan agar cepat maju.

Tentu masih banyak masalah lain, seperti sistem penjaminan mutu, rasio dosen-mahasiswa, kualitas pelayanan administrasi akademik, fasilitas pembelajaran, dan lain-lain yang masih senjang. Masalah itu mungkin akan jadi harapan bagi stakeholder yang lain. Ada baiknya kusak-kusuk itu diberi saluran penampungan sebagai sumber perbaikan di masa depan.

Dalam nama diri rektor baru ini ada nilai integrasi. Namanya adalah integrasi nama ayah dan ibunya serta sejarah transisi daro Orla ke Orba. Secara kultural, pengintegrasian nila-nilai positif dari beragam sumber akan menghasilkan generasi yang unggul. Ia menghiasi dirinya dengan banyak nilai kultural dan akademik. Secara hereditas ia amalgamasi Jawa dan Banjar. Secara akademik ia perpaduan intelektual Unlam Banjarmasin, Gadjah Mada Jogja dan Twente, Belanda. Kini saatnya Sutarto Hadi membuktikan apakah semua atribut positif itu memberikan nilai positif yang realistis bagi Unlam? Selamat bekerja, Prof.!

Banjarmasin Post, Senin, 22 September 2014

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *