Pembelajaran Puisi di SMA

Pembelajaran Puisi di SMA

pembelajaran-bahasa-dominanWajar jika para guru di Kalimantan Selatan lebih banyak menyatakan dalam survey yang saya lakukan sepanjang Oktober 2016 bahwa mereka lebih banyak melakukan pembelajaran bahasa daripada pembelajaran sastra karena struktur buku pelajaran bahasa Indonesia untuk SMA, Kurikulum 2013, misalnya, lebih banyak berisi materi pembelajaran bahasa. Coba periksa buku Bahasa Indonesia: Ekspresi Diri dan Akademik untuk siswa kelas X yang ditulis oleh Maryanto dkk (2014). Dalam buku ini kegiatan  pelajaran sastra hanya disajikan dalam dua kegiatan dari 19 kegiatan pembelajaran. Pembelajaran puisi lebih difokuskan pada prosedurnya daripada mengajak siswa untuk mendalami lapis-lapis kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan yang mungkin ada dalam puisi. (Survey pembelajaran bahasa dan sastra sampai 13/11/2016 telah diikuti oleh 61 responden. Jika Anda guru bahasa Indonesia di Kalimantan Selatan tertarik untuk megikuti survey, silahkan klik tautan ini: Survey)

pembelajaran-sastra-yang-paling-mudah
Wajar pula jika para guru sangat mengalami kesulitan dalam pembelajaran puisi karena baik buku guru dan siswa tidak memberikan panduan yang lengkap tentang cara-cara memperlakukan puisi sehingga mencapai tujuan pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, peduli lingkungan sekitar, dan kritis. Pada halaman 58 buku ini, puisi yang dipilih adalah “Aku” karya Chairil Anwar. Sebuah pilihan yang bisa dikatakan terlalu jenuh dan tidak progresif. Seakan-akan puisi Indonesia modern hanya karya Chairil. Guru perlu mencari contoh lain karena apa yang ada dalam buku ini hanya contoh minimal. Sebaiknya dan sebisa mungkin guru perlu menggunakan puisi lain, puisi yang lebih kontekstual dan aktual.

Cara buku ini menampilkan puisi “Aku” dengan memiringkan sebagian teks, tidak layak dicontoh karena dengan demikian, tipografi sajak “Aku” telah diubah. Padahal, tipografi puisi merupakan salah unsur pemaknaan yang penting. Oleh karena itu sebagian penyair tidak suka jika tipografi puisinya diubah seenaknya.

Bagaimana kira-kira para guru mengajarkan Tugas 5 Memahami Prosedur Membaca Puisi? Pada tugas tersebut siswa diminta mendiskusikan prinsip-prinsip membaca sajak. Untuk apa? Saya kira kelas akan lebih hidup jika dengan prinsip-prinsip yang dapat mereka baca dalam buku teks, siswa diminta menyaksikan video pembacaan puisi oleh para penyair nasional dan lokal kemudian setelah itu siswa diminta untuk menanggapi video tersebut secara lisan dengan menggunakan prinsip-prinsip pembacaan puisi yang telah mereka ketahui. Cara ini juga selaras dengan pembelajaran saintifik yang memulai pembelajaran dengan pengamatan dan tanya-jawab. Dengan cara ini guru dan murid akan menemukan kenyataan bahwa teori atau prinsip-prinsip yang ada dalam buku pelajaran bisa tidak sesuai dengan kenyataan dan memerlukan prinsip-prinsip baru. Dengan cara ini pula pembelajaran puisi memberikan pelajaran penting agar siswa berpikiran terbuka dan berani berlatih merumuskan prinsip-prinsip baru berdasarkan kenyataan yang mereka hadapi. Setelah mereka melihat beberapa acuan cara para penyair membaca sajak-sajak karya mereka sendiri, bebaskanlah siswa untuk menemukan cara membaca puisi yang ia suka tanpa perlu terlalu dikekang oleh prinsip-prinsip pembacaan puisi yang tidak semuanya bisa muncul pada kekhasan pembacaan puisi setiap pembaca yang berbeda.

Masalahnya, sebagian guru kesulitan untuk mendapatkan video yang dapat digunakan langsung untuk keperluan pembelajaran. Kualitas dan durasi video pembacaan puisi yang tersedia di Youtube kadang perlu diperbaiki untuk mengurangi kemungkinan terjadinya distorsi yang dapat mengganggu fokus pembelajaran. Didorong keinginan untuk membantu para guru mendapatkan bahan dan media pembelajaran puisi yang relatif baik, berikut ini saya berikan daftar tautan video pembacaan puisi oleh penyair nasional yang cukup dikenal beserta teks puisinya. 

Pada halaman 61, disebutkan bahwa untuk membaca puisi dengan baik diperlukan penghayatan. Sedangkan untuk bisa menghayati puisi, pembaca harus memahami isi dan pesannya. Akan tetapi buku tersebut tidak memberikan cara memahami isi dan pesan puisi. Oleh karena itulah, guru harus menyiapkan diri untuk membimbing siswa memahami setiap pilihan kata yang digunakan penyair dan mengantarkannya sampai pada konteks budaya dan sejarah puisi yang dibaca. Guru yang tekun dan kreatif pasti bisa melakukan pengayaan pembelajaran yang bersifat kontekstual di tengah limpahan informasi digital saat ini.

Jika Anda guru bahasa Indonesia mendapatkan manfaat dari upaya ini atau ternyata bahan dan media ajar ini tidak cocok dengan siswa Anda, mohon berikan respons dengan mengisi tautan Komentar dan Saran ini.

Daftar Pembacaan Puisi:

  1. “Ibu” oleh D. Zawawi Imron (video dan teks)
  2. “Sajak Orang Miskin” oleh WS Rendra (video dan teks)
  3. “Dongeng Marsinah” oleh Sapardi Djoko Damono (video dan teks)
  4. “Negeri Hahahihi” oleh Mustofa Bisri (video dan teks)
  5. “Jangan Bercinta dengan Penyair” oleh Faizi L. Kaelan dibaca oleh Tirmidzi Taher (video dan teks)
  6. “Hai, Ma!” karya WS Rendra (video WS Rendra dan video Yadi Muryadi dan Teks)
  7. “Darah Luka Teruslah Bicara” oleh Ali Syamsudin Arsi (video dan teks)
  8. “Rumahku” oleh Hajriansyah (video dan teks)
  9. “Idul Fitri” oleh Sutardji Calzoum Bachri dibaca oleh Sahbirin Noor (video dan teks)
  10. “Dendam Sungai” oleh Eko Suryadi WS dibaca oleh Rahmi (video dan teks)
  11. “Saranjana” oleh Eko Suryadi WS dibaca oleh Rizaldi AR (video dan teks)
  12. “Tulislah, Penyair!” dibaca sendiri oleh Micky Hidayat (video dan teks)
Comments are closed.