Pengalaman Pembelajaran Puisi Mahasiswa PBSI FKIP ULM 2020

Pengalaman Pembelajaran Puisi Mahasiswa PBSI FKIP ULM 2020

Tulisan ini lanjutan dari tulisan saya sebelumnya tentang literasi sastra mahasiswa Program Studi PBSI FKIP ULM 2020 yang ditulis berdasarkan angket yang diikuti oleh 81 responden yang sebagian besar alumni sekolah menengah atas atau yang sederajat di Kalimantan Selatan. Dalam angket tersebut saya juga meminta menceritakan pengalaman pembelajaran sastra yang telah mereka alami. Permintaan bersifat sukarela. Angket diatur dalam modus tidak memaksa. Responden yang tidak berkenan menceritakannya bisa mengabaikan permintaan ini. Oleh karena itu, tidak semua responden menceritakan pengalaman mereka.

Ada tiga pengalaman pembelajaran sastra yang ceritanya ingin digali dengan angket tersebut, yaitu pengalaman pembelajaran puisi, cerpen, dan novel. Tulisan ini hanya fokus pada cerita pengalaman pembelajaran puisi. Pengalaman pembelajaran yang lain akan disajikan dalam tulisan selanjutnya.

Agar pembaca fokus pada apa yang diceritakan dan bukan kepada siapa yang bercerita, dalam tulisan ini nama responden diganti dengan menyebutkan responden dan nama kota atau kabupaten. Tulisan ini tidak menampilkan semua cerita karena beberapa cerita memiliki inti pesan yang sama. Saya memilih cerita pengalaman mereka yang ditulis dengan relatif baik. Karena tulisan ini hanya dibatasi 1600 kata, saya memilih secara acak responden yang ceritanya relatif panjang. Cerita lebih panjang akan disajikan dalam tulisan lain.

Tulisan ini diharapkan dapat menjadi renungan bersama para pengajar sastra baik di sekolah maupun di kampus. Selain itu, tulisan ingin memberikan gambaran cara menuliskan hasil dan pembahasan penelitian berdasarkan survei kepada mahasiswa saya yang sedang menulis skripsi. Mereka masih banyak yang belum bisa memisahkan penyajian hasil penelitian dan pembahasannya. Oleh karena itu, tulisan ini dibagi menjadi empat bagian, yaitu: pengantar, hasil survei pengalaman pembelajaran, pembahasan, dan simpulan.

Hasil Survei

Dalam Grafik 8 tampak bahwa 91,4% responden mengalami pembelajaran puisi. Dalam pembelajaran tersebut 74.4% responden mengaku bahwa mereka mendapatkan bimbingan cara membaca puisi yang baik (Grafik 9). 80.2% responden juga mengaku bahwa mereka juga telah mengalami pembelajaran menulis puisi (Grafik 10). Namun, hanya 63% responden yang mengaku pernah mendapatkan bimbingan tentang cara menulis puisi yang baik (Grafik 11). Respon yang pernah berpartisipasi mereka dalam lomba membaca puisi 17.3% dan dalam menulis puisi 18.5% (Grafik 26). Grafik 27 mengambarkan prestasi responden: 16 responden berprestasi di tingkat kelas, 6 di tingkat kabupaten/kota, 1 di tingkat provinsi, dan 1 tingkat nasional. Bagaimana cerita gambaran pengalaman mereka belajar puisi di sekolah?

Cerita Responden dari Hulu Sungai Tengah

Yang saya pelajari di sekolah hanyalah puisi sederhana yang memang sejak awal ada di dalam buku pelajaran bahasa indonesia. Dari pembelajaran yang saya dapatkan mengenai puisi saya merasa tidak mendapat ilmu apapun tentang puisi. Materi yang diberikan hanya sebatas bahwa puisi itu ada.

Cerita Responden dari Hulu Sungai Selatan

Pengalaman saya saat pembelajaran puisi di sekolah tepatnya kelas 1 SMA, menurut saya itu kurang baik, karena kami hanya disuruh membaca contoh-contoh puisi setelah itu kami pergi keluar kelas, mencari inspirasi sendiri untuk membuat puisi, dan itu sungguh tidak membuat saya jadi tertarik dengan membaca ataupun menulis puisi.

Kelas 2 SMA, saya mulai menyukai puisi, dan saya mulai mencoba menulis puisi.  Ketika pembelajaran dimulai, saat itulah saya mulai menulis puisi untuk menghilangkan rasa bosan saya, setelah pembelajaran selesai saya bisa menciptakan lebih dari satu puisi dan puisi itu saya tulis di belakang buku-buku saya.

Dan sampai saatnya ketika teman saya menyerahkan dan meminta guru Bahasa Indonesia di sekolah saya untuk membaca puisi-puisi saya, tanpa izin saya. Tidak berselang lama, saya diminta sekolah untuk mewakili lomba cipta puisi tingkat kabupaten, dan itu lomba pertama bagi saya, saya tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, saya mencoba memperluas pengetahuan saya tentang bagaimana menulis puisi yang baik, saya juga sering belajar dengan guru yang ada di sekolah saya, sampai pada akhirnya hasil tidak menghianati usaha saya, saya meraih juara 1 lomba cipta puisi FLS2N tingkat kabupaten.

Cerita Responden dari Banjarmasin

Cerita 1

Guru di sekolah saya dulu hanya mengajarkan dasar-dasar pengertian dari puisi, saya kira akan ada praktek membuat dan membaca puisi, ternyata tidak diajarkan, dan mungkin itulah alasan yang menjadikan saya tidak tertarik dengan puisi.

Cerita 2

Yang saya ingat, saya diajarkan bagaimana menulis puisi dengan benar, yang pertama yaitu menentukan tema, kata kunci,  menggunakan gaya bahasa, mengembangkan puisi seindah mungkin. Saya pernah diberikan tugas membuat puisi dan tidak boleh melihat dari sumber manapun, lalu saya berusaha membuat dengan semampu saya, Namun saya kurang tertarik dalam membaca puisi.

Cerita Responden dari Banjarbaru

Bahan yang digunakan guru ketika pembelajaran mengenai puisi yaitu buku dan internet. Guru membimbing bagaimana cara menulis puisi yang benar sesuai dengan buku yang kami punya. Tidak ada cara menarik ketika mempelajari puisi, hanya berjalan seperti biasa. Saya juga kurang tertarik ketika pembelajaran mengenai puisi apalagi ketika diminta membacakannya karena saya tidak bisa membaca puisi dengan baik. Saya hanya suka mendengar dan menyimak isi puisi.

Cerita Responden dari Tabalong

Guru saya menggunakan cara dalam pembelajaran puisi seperti membuat puisi berdasarkan video, lagu atau tanpa berdasarkan apapun. Metode terakhir sangat melatih kami untuk mengembangkan krearivitas Dan imajinasi. Selanjutnya puisi yang paling bagus akan dikirim ke kumpulan puisi seKalimantan Selatan. Saya sangat menyukai cara ini.

Cerita Responden dari Banjar

Cerita 1

Di sekolah yang membuat saya tertarik dengan puisi, karena guru saya  yang langsung mempraktekkan membaca puisi tersebut. Lalu kami disuruh membacakan puisi pula di depan kelas. Untuk membaca puisi saya kurang bisa, tetapi untuk menulisnya saya cukup bisa,  dan alhamdulillah 2 judul puisi saya dibukukan bersama KMK Edwrite.

Cerita 2

Sedikit cerita bagaimana saya mempelajari puisi di sekolah yang pertama guru saya memberitahu terlebih dahulu mengenai pengertian puisi, jenis, ciri-ciri, struktur, cara membuat puisi, baru beliau mencontohkan cara membaca puisi. Tugas yang diberikan guru kepada saya beliau memberi tugas untuk membuat puisi dengan tema dan judul yang bebas lalu dibacakan di depan kelas. Saya memang sudah sejak SMP terbiasa dengan puisi hingga memasuki SMA saya kembali bertemu dengan puisi saya sangat bahagia karena saya sendiri banyak koleksi puisi yang saya buat karena saya bukan hanya senang membaca puisi akan tetapi saya juga terbiasa membuat puisi sehingga saya banyak mempunyai koleksi puisi karya saya sendiri.

Cerita Responden dari Barito Kuala

Cerita 1

Guru saya pernah mengajarkan tentang bagaimana itu puisi, berisi berapa bait, bagaimana cara membacanya. Tugas yang beliau berikan adalah menulis dan membaca puisi, puisi yang ditulis bebas bisa diambil dari buku atau membuat sendiri.

Cerita 2

Pengalaman saya ketika belajar puisi disekolah kurang berkesan karena kurangnya penjelasan dan pengajaraan guru terhadap murid tentang pembelajaran puisi membuat saya belum memahami materi puisi  tersebut seperti bagaimana cara menulis puisi yang baik dan bagaimana cara membaca puisi yang baik, kurangnya pengajaran akan hal tersebut membuat saya kurang mengerti mengenai puisi.

Di sekolah hanya diperintahkan membuat puisi kemudian dikumpulkan dan selesai tidak ada pembahasan terhadap tulisan puisi yang sudah kami tulis bahkan kami tidak tau apakah puisi yang kami tulis tersebut baik atau tidak dan sudah benar atau salah. Demikianlah pengalaman saya dalam pembelajaran puisi di sekolah.

Pembahasan

Fakta di atas menunjukkan bahwa setiap responden memiliki pengalaman yang berbeda: berkesan dan tidak berkesan. Semakin berkesan pembelajaran yang mereka alami, semakin panjang cerita mereka karena banyak yang bisa diingat. Pembelajaran puisi yang tak berkesan itu memperlakukan puisi sebagai objek yang tidak menarik. Puisi hanya diajarkan sebagai artefak struktural yang terdiri atas unsur-unsur. Puisi sekadar teks seperti halnya teks lain. Padahal, puisi bisa dihubungkan dengan dunia kekinian dan sejarah masa silam.

Kemampuan menyajikan puisi dengan cara menarik sangat ditentukan oleh kepiawaian guru. Guru yang hanya menggunakan bahan pengajaran puisi dari buku teks menutup kemungkinan siswa untuk mengenal banyak puisi. Apalagi dalam kemudahan akses yang dapat dijangkau oleh guru uantuk menemukan berbagai bahan ajar yang mudah dan murah, pembelajaran yang hanya menggunakan bahan ajar dari buku teks guru atas siswa bisa menjadi penyebab tidak menariknya bahan pembelajaran puisi. Pembelajaran puisi dengan bahan ajar yang tidak cocok dengan selera keindahan siswa harus dihindari. Tidak ada cerita bahwa responden diminta untuk membawa puisi yang mereka sukai untuk dibicarakan di kelas.

Beberapa cerita di atas mengesankan suasana pembelajaran yang sangat deduktif. Pembelajaran puisi kurang partisipatoris dalam arti mengajak siswa memilih bahan, menilai keindahan bahan yang dibawa rekan sekelas. Responden juga bercerita bahwa dalam belajar menulis puisi, mereka sekadar mendapatkan tugas tanpa umpan balik sehingga mereka tidak tahu bagaimana kualitas karya mereka.

Kondisi ini sangat ironis dengan kenyataan bahwa puisi merupakan genre puisi yang paling tua dan paling banyak diproduksi, khususnya di Kalimantan Selatan. Nasib hidup dan matinya puisi itu ada di tangan guru yang profesional, guru yang selalu berusaha untuk mengembangkan bahan ajar dan beradaptasi dengan model-model pembelajaran baru yang menarik. Pembelajaran yang menarik minat dan perhatian siswa masih menjadi tantangan nyata. Misal, membuat siswa tertarik membaca puisi dengan indah harus dicari caranya. Setiap pencapaian mereka juga perlu terus diapresiasi agar keyakinan mereka bisa dibangkitkan melalui pembelajaran puisi. Sebab, pembelajaran puisi yang mereka harapkan tidak berhenti pada pembelajaran unsur intrinsik. Cerita bahwa puisi bisa membuat penulisanya bisa jadi sufi, jadi pesohor, jadi musuh pemerintah, dan lain-lain perlu dihadirkan lebih dulu di kelas sebelum mereka belajar unsur-unsur puisinya. Pilihan bahan, metode mengajar, dan media yang digunakan sangat menentukan menarik dan tidaknya pembelajaran.

Simpulan

Menghadapi kenyataan ini, Prodi PBSI FKIP ULM dapat mempertimbangkan beberapa hal. Pertama, Prodi dapat membuka penerimaan mahasiswa baru melalui jalur prestasi sastra. Siswa yang banyak prestasi juara lomba sastra tingkat nasional bisa masuk tanpa tes. Kedua, seleksi masuk Prodi tidak hanya berdasarkan hasil ujian tulis. Uji kecakapan literasi dapat digunakan sebagai instrumen tambahan untuk meningkatkan kualitas calon mahasiswa. Ketiga, seluruh mata kuliah diharapkan dapat memaksimalkan proses agar mereka terdorong untuk menjadi mahasiswa yang punya daya saing, minimal di tingkat nasional. Dengan demikian, siklus peningkatan kualitas pembelajaran sastra dapat dimulai dari kampus. Terakhir, kampus harus berperan konkret untuk meningkatkan kemampuan mengajar secara induktif dan partisipatoris agar bisa menjadi model bagi mereka ketika kelak memilih guru sebagai profesi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *