Skripsi sebagai Penempaan Karakter

Skripsi sebagai Penempaan Karakter

Visi dan misi lembaga pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi antara lain ingin menghasilkan peserta didik yang berkarakter. Landasan konstitusi dari visi dan misi tersebut antara lain Peraturan Presiden RI Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.  Nilai pendidikan yang diharapkan dikuatkan, yaitu: nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab. Tentu ada beragam cara untuk mencapainya. Salah satu cara untuk meraih tujuan tersebut di perguruan tinggi adalah melalui penulisan skripsi. Oleh karena itu, porsi SKS mata kuliah ini sangat tinggi. Di tempat saya mengajar, bobotnya 6 SKS.

Dalam visi orang yang sikap religiusnya kuat, kejujuran, toleran, disiplin, cinta tanah air, rasa ingin tahu, cinta damai, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab, dan gemar membaca tentu merupakan satu kesatuan yang diikat oleh keimanan pada Tuhan yang mengingingkan tegaknya nilai-nilai tersebut. Rusaknya karakter mengindikasikan cacatnya iman secara substansial. Cukup beralasan jika ada orang yang membuat poster bernada canda yang mengatakan bahwa Tuhan bersama mahasiswa semester akhir. Artinya, pada semester akhir mereka harus memusatkan tenaga, pikiran, perasaan, dan dana untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah sebagai kewajiban pamungkas. Dalam hal ini, kerja keras dan kreatif saja tidak cukup. Perlu penyertaan sikap komunikatif, mandiri dan sabar.

Kesabaran harus menjadi landasan mental yang utama dalam proses menulis skripsi karena dalam proses ini mahasiswa berhadapan pada dua hal utama. Pertama, mereka menghadapi kenyataan menulis sebagai sebuah proses yang mustahil bisa langsung jadi. Mereka harus bolak-balik menghadap pembimbing yang membantunya untuk memastikan akurasi, nalar, efektivitas, dan kejujuran dalam menulis. Proses ini bukan hanya berat bagi yang dibimbing tetapi juga bagi pembimbing. Oleh karena itu, kuota bimbingan dibatasi untuk mencegah terjadinya hal-hal yang diharamkan dalam proses ini, yakni plagiasi. Kedua, mereka harus menghadapi pembimbing sebagai pembaca utama dan pertama skripsi mereka. Keduanya harus memiliki pemahaman yang sama bahwa mereka sama-sama manusia yang tidak memikirkan skripsi selama 24 jam. Oleh karena itu, mahasiswa harus peka secara sosial agar mampu mengomunikasikan aspirasi mereka dalam waktu yang tepat dan efektif. Ketidaktepatan komunikasi dapat mengganggu kenyamanan hubungan dalam proses pembimbingan.

Suasana Ujian Skripsi di Prodi PBSI JPBS FKIP ULM 2007

Pada perkuliahan skripsi mahasiswa dilatih membaca, menulis, dan berpikir logis dan sistematis baik secara mandiri dan terbimbing sebelum pada akhirnya mereka harus mengomunikasikan dan mempertanggungjawabkan semua proses tersebut sendiri. Mereka harus membaca buku-buku yang terkait dengan topik yang mereka pilih. Mereka diminta untuk menganalisis hasil bacaan tersebut sebelum menuliskannya menjadi hasil bacaan. Membaca dan menulis dalam konteks ini bukan lagi membaca dan menulis sesuka hati. Membaca dilakukan dengan “kaca mata” teoretik tertentu dan menulis harus dengan bahasa yang efektif. Membaca dalam proses penulisan skripsi melatih mahasiswa untuk berpikir kritis. Apa yang mereka baca tidak boleh ditelan mentah-mentah. Sumber bacaan yang akan digunakan harus dipertimbangkan dulu keabsahan dan relevansinya.

Ketika menulis, kecermatan mahasiswa dilatih. Mereka harus cermat dalam menulis. Mereka tak boleh asal menulis apalagi sampai nekad melakukan plagiasi. Setelah menulis, mereka harus mendiskusikan tulisannya dengan para dosen pembimbing. Bahasa yang efektif itu sesuai dengan dua pedoman penulisan bahasa dan pedoman penulisan skripsi selingkung. Semua kecakapan ini sebenarnya simulasi akademik untuk menghadapi kehidupan yang lebih berat daripada skripsi. Dengan bekal tersebut, mahasiswa diharapkan bisa menghadapi berbagai persoalan hidup dengan lebih mudah.

Jika pendidikan karakter yang unggul memang benar-benar menjadi tujuan utama sebuah lembaga pendidikan, proses pembimbingan sampai pengujian harus benar-benar dijaga kualitasnya. Lembaga harus menyiapkan pedoman penulisan yang berkualitas dan dapat dijadikan panduan yang jelas dalam menjalani proses penulisan skripsi. Selain itu, lembaga harus meminimalkan skripsi yang bercorak reduplikasi dan tidak menyajikan kebaruan substansi. Kampus harus menyediakan sumber pustaka yang diperlukan oleh mahasiswa dan memfasilitasi dosen dengan perangkat lunak antiplagiasi. Tanpa penegakan disiplin selama proses penulisan skripsi, visi dan misi untuk unggul hanyalah akan jadi igauan para pemimpi.

Berpikir kritis, taat aturan, jujur, komunikatif, dan sabar merupakan beberapa nilai karakter yang ditempa oleh mata kuliah skripsi. Jika proses ini dijalankan dengan benar oleh perguruan tinggi, Indonesia akan menuai banyak sarjana yang unggul. Namun, di tengah maraknya “pelacuran intelektual” yang diinginkan oleh masyarakat yang memaknai pendidikan hanya sebatas hasil berupa selembar ijasah dan gelar, proses-proses ini banyak ditinggalkan. Oleh karena itu, jangan heran jika para tokoh inovatif dunia benci sekolah karena sekolah yang mengabaikan kualitas pendidikan tak akan mendorong terjadinya perubahan sosial ke arah yang lebih baik.

Manfaat besar inilah yang membuat skripsi belum bisa digantikan oleh tugas akhir yang lain. Jika mahasiswa merasa sangat kesulitan, bukan berarti mereka harus diberi alternatif lain, tetapi mari kita periksa ke belakang faktor proses apa saja selama mereka kuliah yang membuat mereka sulit menghadapi proses ini karena proses penulisan skripsi pada hakikatnya hanyalah muara dari proses perkuliahan selama 6 semester sebelumnya. Dalam pengalaman saya membimbing, mahasiswa dengan IP yang baik mampu menyelesaikan tugas ini dengan baik dan cepat karena mereka memiliki semua kecakapan keras dan lunak yang diperlukan. Namun, perlu digarisbawahi bahwa skripsi yang baik bukan karena cepat selesai tetapi memberikan proses yang cukup untuk memberikan pembelajaran yang baik kepada penulisnya bahwa skripsi yang baik harus memberikan nilai tambah bagi penulis dan pembacanya.

Loktara, 8 Januari 2021

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *