Struktur Puisi “Cinta” dan “Kesedihan Puisi” Karya M. Aan Mansyur

Struktur Puisi “Cinta” dan “Kesedihan Puisi” Karya M. Aan Mansyur

Dalam banyak kumpulan karyanya, M. Aan Mansyur tidak pernah menyatakan kapan ia lahir. Para pembaca karyanya hanya diberitahu bahwa ia lahir di Bone, Sulawesi Selatan. Bekerja sebagai relawan di Komunitas Ininnawa dan pustakawan di Katakerja, di Makassar. Penyuka kopi, kucing dan jalan-jalan ini telah menulis sejumlah buku puisi dan prosa. Buku-bukunya yang sudah terbit antara lain: Hujan Rintih-rintih (2005), Perempuan, Rumah Kenangan (2007), Aku Hendak Pindah Rumah (2008), Cinta yang Marah (2009), Tokoh-tokoh yang Melawan Kita dalam Satu Cerita (2012), Sudahkah Kau Memeluk Dirimu Hari Ini? (2012), Kukila (2012), Kepalaku: Kantor Paling Sibuk di Dunia (2014), Melihat Api Bekerja (2015), dan Tidak Ada New York Hari ini (2017). Karya-karyanya juga bisa ditemui di berbagai media dan buku antologi.

Tulisan ini saya buat sebagai contoh untuk mahasiswa saya di kelas Kritik Sastra yang sedang belajar menulis kritik puisi dengan dua pendekatan yang berbeda, yakni kritik sastra formalis dan kritik sastra strukturalis. Setelah membaca ini mereka diharapkan mampu menulis kritik strukturalis terhadap puisi yang mereka pilih.

Dalam tulisan ini saya akan menggunakan pendekatan yang kedua untuk menganalisis dua puisi karya M. Aan Mansyur, yaitu sajak “Cinta” dan “Kesedihan Puisi” dalam buku kumpulan puisi  Tidak Ada New York Hari Ini. Buku terbitan tahun 2017 (cetakan kedua) ini memuat 31 puisi yang seluruhnya diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh John H. McGlynn, pendiri Yayasan Lontar.

Cinta

“In order to understand, I destroyed myself.” 4
— Fernando Pessoa

Hari-hari membakar habis diriku.
Setiap kali aku ingin mengumpulkan
tumpukan abuku sendiri, jari-jariku
berubah jadi badai angin.

Dan aku mengerti mengapa cinta diciptakan

Puisi “Cinta” pada halaman 8 ini terdiri atas tiga larik. Larik pertama berisi kutipan pernyataan Fernando Pessoa, “In order to understand, I destroyed myself.” Bagi pendekatan strukturalis, siapa penulis ungkapan itu tak perlu ditelusuri lebih jauh karena fokus kajiannya pada bagaimana hubungan struktur ungkapan itu sebagai bagian dari struktur puisi ini. Meskipun demikian, kajian lebih jauh tetap dimungkinkan untuk melihat hubungan intertekstual antara puisi ini dan sumber kutipan yang sengaja disisipkan pada puisinya. Penyisipan tersebut telah membuat puisi ini menjadi bagian dari kutipan tersebut dan sebaliknya.

Larik selanjutnya tentu tak bisa dilepaskan dari ungkapan yang sengaja ingin direspons. Namun, bait selanjutnya merespons dengan cara yang berbeda. Perbedaan itu terkait dengan sistem yang lebih besar. Larik pertama ini bagian dari sistem bahasa Inggris, sedangkan bait selanjutnya menafsirkan ungkapan itu dalam tata bahasa budaya Indonesia. Jika larik kutipan berstruktur aktif dengan tokoh sebagai subjek yang melakukan tindakan menghancurkan dirinya, pada larik kedua, tokoh aku secara pasif membiarkan dirinya dibakar atau dihancurkan.

Puisi ini menggambarkan hubungan struktural antara aku, api, dan cinta. Setiap hari aku terbakar dan hancur menjadi tumpukan debu. Setiap kali ia mencoba menggunakan jari-jarinya untuk mengumpulkan tumpukan debu dirinya yang terbakar, jari-jarinya memang menguat tetapi tak bisa berbuat apa-apa. Seluruh kenyataan struktural pada bait itulah yang membuat aku mengerti arti penciptaan cinta.

Apa arti cinta berdasarkan pembacaan struktural ini? Artinya harus dikumpulkan dari relasi antarunsur pada bait pertama. Paling tidak ada dua arti cinta yang bisa dipahami berdasarkan konstruksi hubungan antara aku dan cinta. Pertama, cinta itu kesabaran tanpa batas mengatasi diri yang hancur setiap hari. Cinta menjadi dasar abadi untuk bangkit. Kedua, cinta itu tidak masuk akal. Perhatikan larik pertama yang menyatakan bahwa aku lirik dibakar habis oleh hari-hari. Aku tidak terbakar sebagian. Secara logis, tak ada kesempatan lagi bagi si aku untuk mengumpulkan abu dirinya. Jika aku masih bisa, berarti aku tidak terbakar sepenuhnya. Relasi negasi seperti ini juga bisa berarti bahwa cinta selain tak logis juga ekspresi yang penuh dusta.

Puisi serupa dapat dibaca juga pada halaman 60, “Kesedihan Puisi”

Kesedihan Puisi

“How odd I can have all this inside me
and to you it’s just words.”
David Foster Wallace

Puisi ini butuh satu kata
yang belum pernah menyentuh
pikiran dan lidah siapa pun—tapi
kau mengerti artinya. Hanya kau.

Aku ingin hidup di jantung kata itu
sebagai kesedihan hampa yang jauh
lebih berat dari seluruh kebahagiaan

yang mampu manusia terima.

Kutipan pernyataan tentang kata-kata yang dianggap remeh direspons dengan emosi yang berbeda oleh bait kedua dan ketiga. Jika segala hal yang ada dalam diri sekadar produk dari kata-kata, aku memerlukan satu kata saja yang hanya dipahami oleh lawan tuturnya, kau lirik. Kau lirik itu bukan kau atau kita para pembaca. Kau lirik itu mitra tutur dalam puisi ini.

Pada bait selanjutnya aku menegaskan keinginannya menjadi kesedihan yang hampa dan berat dalam kata itu. Dengan cara ini, puisi ini menegaskan arti judulnya: kesedihan puisi bukan puisi kesedihan. Dalam kesedihan puisi, aku ada di dalamnya. Sebaliknya dalam puisi kesedihan, aku bisa jadi berada di luar puisi.

Demikianlah cara kerja kritik sastra strukturalis dalam memaknai puisi. Makna tak perlu dicari di luar puisi karena hubungan antarkata, antarlarik, antarbait, dan antarpuisi dalam kumpulan puisi telah menyediakan makna strukturalnya.

Loktara, 24/3/2021

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *