Proses pembelajaran merupakan tahapan perubahan perilaku pebelajar. Perilaku tersebut sangat bervariasi. Perilaku tersebut bisa berupa pengetahuan, sikap, keterampilan, dan aspek spritual atau religi.

Kita ambil contoh, suatu hari seorang guru Biologi bernama Ahmad (dalam contoh ini akan kita panggil dengan Pak Ahmad) akan mengajar mata pelajaran Biologi di kelas XI SMA. Materi yang diajarkan adalah tentang sel dan jaringan darah. Berdasarkan pengertian proses belajar di atas maka setelah mempelajari tentang sel dan jaringan darah, maka pebelajar (peserta didik) akan mampu mendeskripsikan jenis-jenis sel penyusun jaringan darah. Apakah hanya cukup sampai di situ? Jika anda melihat bahwa pembelajaran itu hanta merubah perilaku kognitif, jelas jawabannya adalah ya. Karena pebelajar hanya perlu mampu mendeskripsikan jenis-jenis sel penyusun jaringan darah jika kita hanya melihat dari aspek perubahan perilaku kognitif. Tapi apakah perubahan perilaku yang lain akan kita abaikan?

Kembali ke contoh proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh Pak Ahmad. Sebelum memulai pelajaran Pak Ahmad mengucapkan salam dan mengajak siswa berdoa. Apa yang dilakukan Pak Ahmad tersebut bukanlah semata-mata hanya ritual atau kebiasaan atau budaya. Tetapi jauh lebih bermakna dari itu. Pak Ahmad telah mengajarkan aspek apektif atau sikap dengan memberikan contoh mengucapkan salam. Ada perilaku dan nilai santun yang terkandung di dalamnya. Pada saat pak Ahmad mengajak siswa berdoa, ada pembelajaran yang menyangkut aspek sosial yang dicontohkan langsung oleh Pak Ahmad dalam proses pembelajaran.

Proses pembelajaran lebih lanjut akan memberikan pengalaman-pengalaman luar biasa bagi siswa. Misalnya Pak Ahmad mengajak siswanya berdiskusi tentang kasus kelainan bentuk sel darah merah. Pada proses itu ada keterampilan komunikasi yang sedang diajarkan. Kemudian Pak Ahmad meminta siswa menyajikan hasil diskusi. Ada keterampilan lebih lanjut yang langsung diajarkan kepada pebelajar melalui praktik secara langsung. Hal ini terjadi pada proses pembelajaran yang tanpa kita sadari sebenarnya telah berkembang dari perubahan perilaku yang terbatas pada ranah kognitif berkembang menjadi perilaku yang lebih luas yaitu terkait apek apektif, psikomotorik, dan spiritual.

Pada proses pembelajaran, Pak Ahmad juga mengajak siswanya untuk bersyukur bahwa kita diberikan Tuhan berbagai sel penyusun jaringan darah sehingga masing-masing sel tersebut dapat menjalankan fungsinya untuk melangsungkan aktivitas kehidupan pada tubuh kita. Hal tersebut merupakan penguatan untuk aspek religius atau spiritual.

Pertanyaannya adalah sadarkah Pak Ahamd jika beliau sudah melaksanakan pembelajaran yang memuat aspek yang sangat kompleks? Mungkin Pak Ahmad menyadarinya akan tetapi banyak rekan-rekan Pak Ahmad sesama pendidik yang tidak menyadari hal tersebut.

Beberapa faktor yang menyebabkan kita tidak sadar bahwa pembelajaran tidak hanya terbatas pada aspek kognitif di antaranya adalah tuntutan bahwa pebelajar harus memahami materi secara utuh dan evaluasi yang dilakukan hanya terkait pemahaman materi yang diajarkan. Evaluasi yang terbatas hanya mengukur kemampuan kognitif (biasanya berupa soal ujian) menyebabkan kita lupa bahwa kita juga harus mengevaluasi perubahan perilaku yang lain (apektif, psikomotor, dan religi). Dampak hal ini sangat besar. Kelulusan atau ketuntasan pebelajar hanya dilihat dari aspek kognitif sehingga pebelajar hanya terfokus untuk berusaha menguasai meteri pelajaran. Atau dengan kata lain pebelajar hanya akan cerdas secara materi dalam ranah kognitif. Hal inilah yang dapat menyebabkan pebelajar cenderung abai untuk mengembangkan sikap dan psikomotornya.

Dampak jangka panjang jika proses pendidikan seperti ini terus dilaksanakan adalah adanya penurunan sikap (apektif) dan skill (psikomotor) pebelajar. Pada akhirnya masa depan sosial masyarakat kita yang akan dirugikan. Oleh karena itu, kognitif merupakan hal yang penting, tetapi hal tersebut jangan sampai membuat kita lalai untuk memperhatikan aspek perubahan perilaku yang lain dalam proses pembelajaran.

Penting bagi seorang pendidik dalam melakukan evaluasi dan penentuan kelulusan untuk memperhatikan bagaimana sikap dan keterampilan pebelajar yang dievaluasi. Tingkat kehadiran perlu diperhatikan. Sopan santun, kedisplinan, ramah, etika, dan kejujuran juga menjadi bahan pertimbangan untuk dievaluasi dan untuk proses evaluasi. Jika hal ini tidak dilakukan, maka jangan heran jika suatu saat banyak orang cerdas yang tidak bermoral ada di negeri ini.