Tuntutan Kurikum 2013 terkait Sikap Sosial

Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang menuntut kompetensi yang bersifat multidimensi. Tuntutan kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik tidak hanya terbatas pada ranah kognitif saja. Kurikulum 2013 juga menuntuk pembentukan karakter peserta didik. Selain pembentukan nilai karakter, kurikulum 2013 juga menuntut capaian kompetensi pada sikap spiritual dan keterampilan (psikomotor). Hal ini diharapkan dapat membentuk peserta didik menjadi manusia yang unggul. Tidak hanya cerdas dalam ilmu pengetahuan, peserta didik juga diharapkan memiliki nilai, sikap, karakter, dan keterampilan.

Aspek sikap pada kurikulum 2013 merupakan kompetensi yang harus dicapai dengan menanamkan karakter pada proses pembelajaran. Karakter-karakter yang ditanamkan pada peserta didik sesuai dengan 18 karakter yang dituntut diknas pada Pendidikan karakter. Tuntutan terkait karakter-karakter yang harus dimiliki peserta didik tersebut dirumuskan  melalui kompetensi inti pada masing-masing tingkat satuan Pendidikan. Legalisasi kompetensi inti yang harus dicapai oleh peserta didik misalnya pada peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan nomor 21 tahun 2016 yang mengatur standar isi Pendidikan dasar dan menengah. Pada peraturan Menteri tersebut dirumuskan berbagai kompetensi inti yang harus dicapai pada masing-masing satuan Pendidikan. Kompetensi inti yang dirumuskan juga mencakup aspek sikap spiritual maupun sikap social. Contoh kompetensi inti sikap social yang tertuang pada lampiran peraturan tersebut untuk tingkat SMA kelas X yaitu “Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, santun, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), bertanggung jawab, responsif, dan pro-aktif dalam berinteraksi secara efektif sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan kawasan internasional”. Pernyataan kompetensi inti di atas menunjukkan beberapa karakter atau sikap yang harus dicapai siswa setealah menyelasaikan proses belajar pada kelas X tingkat SMA.

Perlukanya Penanaman Sikap Sosial dalam Proses Pembelajaran

Menurut Kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) sikap memiliki pengertian perbuatan dan sebagainya yang berdasarkan pada pendirian maupun keyakinan. Sikap juga bisa didefenisikan sebagai perasaan, pikiran, dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenal aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. Pengetian lain tentang sikap yaitu kecondongan evaluatif terhadap suatu objek atau subjek yang memiliki konsekuensi yakni bagaimana seseorang berhadap-hadapan dengan objek sikap. Tekanannya pada kebanyakan penelitian dewasa ini adalah perasaan atau emosi. Sikap yang terdapat pada diri individu akan memberi warna atau corak tingkah laku ataupun perbuatan individu yang bersangkutan.

Berdasarkan beberapa defenisi terkait sikap tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa merupakan pendirian atau keyakinan yang cenderung bersifat permanen pada seseorang sehingga orang tersebut akan melakukan tindakan dalm kehidupan sehari-hari berdasarkan pandangan atau keyakinannya tersebut. Hal inilah yang menyebabkan mengapa sikap tidak bisa bisa dibentuk secara instan. Ranah sikap social atau karakter harus dibentuk melalui pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan dalam aktivitas sehari-hari. Hal ini yang menyebabkan sikap berbeda dengan aspek pengetahuan.

Ambil contoh sederhana untuk menjelaskann perbedaan antara sikap social dengan aspek kognitif (pengetahuan). Misalnya hari ini peserta didik sedang mempelajari tentang lingkungan. 2 jam pelajaran (2×45 menit) akan cukup untuk menjelaskan dan memahamkan siswa pentingnya menjaga lingkungan dan siswa akan mengetahui dan memahami dampak membuang sampah sembarangan. Peserta didik akan mengetahui bahwa menjaga lingkungan dan kebersihan itu baik. Tidak baik jika kita membuang sampah sembarangan. Hal tersebut akan menimbulkan pencemaran lingkungan yang akan berdampak bagi ekosistem dan habitat makhluk hidup lain. Tergangunya makhluk hidup lainnya akan berdampak pada ketidakseimbangan ekosistem. Setelah 2 jam pelajaran tentu peserta didik akan memahami hal tersebut. Karena ranah pemhaman tentang lingkungan ada pada ranah kognitif (pengetahun). Hal ini bisa jadi bahan pertimbangan bagi peserta didik untuk tidak membuang sampah sembarangan. Namun apakah peserta didik yang terbiasa membuang sampah sembarangan akan langsung berhenti. Hal itu belum tentu terjadi. Karena sikap tidak peduli terhadap lingkungan bisa jadi sudah menjadi kebiasaaan. Hal inilah perlu pembiasaan dalam penanaman karakter peduli terhadap lingkungan. Peserta didik dibiasakan untuk selalu peduli terhadao lingkungan. Indikatornya dilihat dari sikapnya terhadap lingkungan. Misalnya dimulai dari membiasakan peserta didik untuk membuang sampah pada tempatnya.

Karakter lain, misalnya disiplin, jujur, dan bertanggungjawab juga perlu pembiasaan agar karakter tersebut dapat tertanam dalam sikap peserta didik. Kompetensi inti terkait capaian sikap social dituntut sekurang-kurang 1 tahun agar kompetensi tersebut dapat terintegrasi dalam diri siswa. Sehingga kompetensi inti merupakan kompetensi yang harus dicapai siswa pada setiap tingkat atau kelas pada satuan Pendidikan. Karena karakter tersebut perlu pembiasaan maka seharunya karakter yang dituntu dalam kompetensi inti harus selalu disisipkan dan diterapkan pada proses pembelajaran. Misalnya penerapan sikap disiplin dapat dibiasakan dengan membiasakan siswa masuk tepat waktu, mengumpul dan mneyerahkan tugas tepat waktu, dan mematuhi aturan yang ada terakit pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Hal tersebut bisa dilakukan dalam setiap kegiatan pembelajaran. Dan hal tersebut bisa dilakukan pada mata pelajaran apapun.

Perumusan Kompetensi Sikap Sosial ke dalam Indikator yang Mudah untuk Diukur

Kompetensi initi dan kompetensi dasar merupakan tuntutan kemampuan yang harus dicapai siswa. Tetapi terkadang kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD) terlalu umum dan terlalu luas sehingga sulit untuk mengukur apakah pseserta didik sudah mencapai kompetensi tersebut atau belum. Untuk memudahkan pengukuran pencapaian kompetensi, maka kompetensi dasar yang merupakan kompetensi inti harus diturunkan lagi menjadi indicator-indiktor. Indicator tersebut dikenal dengan istilah indicator pencapaian kompetensi.

Menurut Standar Proses pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 41 Tahun 2007, indikator pencapaian kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran.Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Ini berarti indikator pencapaian kompetensi merupakan rumusan kemampuan yang harus dilakukan atau ditampilkan oleh siswa untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar (KD). Dengan demikian indikator pencapaian kompetensi merupakan tolok ukur ketercapaian suatu KD.

Pada umumnya gambaran indicator pencapaian kompetensi (IPK) hanya terkait aspek pengetahuan terkait materi. Padahal aspek sikap social (apektif) juga perlu indictor untuk dapat mengukur atau melihat apakah aspek social (apektif) tersebut sudah melekat pada diri siswa.  Indicator pencapaian pada aspek siakp social dapat terlihat pada perilaku peserta didik. Sehingga perumusan indicator aspek sikap social ini juga harus mempertimbangkan sikap siswa yang dapat diamati dan diukur.

Contoh penjabaran IPK dari KD misalnya pada KD dari KI 2 kelas XI SMA mata pelajaran Biologi. Kompetensi inti sikap sosialnya yaitu “menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan proaktif dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia”. Kompetensi inti tersebut diturunkan menjadi kompetensi dasar (KD) yaitu” Berperilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif; disiplin, jujur; teliti; cermat; tekun; hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis; kreatif; inovatif dan peduli lingkungan) secara gotong royong, kerjasama, resposif dan proaktif dalam melakukan percobaan dan berdiskusi”. Berdasarkan KD tersebut maka penentuan IPK harus melihat karakter yang ada di dalamnya. Misalnya kerjasama, Indikator untuk melihat dan mengukur aspek sikap tersebut yaitu “siswa mampu bekerjasama dengan baik dalam melakukan penyelidikan dan diskusi”. Hal ini bisa diukur dengan melakukan observasi pada saat siswa melakukan kegiatan penyelidikan dan saat siswa berdiskusi. Untuk memudahkan pengukuran tersebut sebaiknya disusun juga instrument observasi. Sehingga penilaian dapat dilakukan lebih objektif.

Dengan penerapan aspek sikap pada setiap kegiatan pembelajaran dan evaluasi sikap sesuai dengan indicator pada kompetensi yang telah ditetapkan diharapkan dapat membangun karakter bangsa untuk menjadi lebih baik lagi. Sehingga akan terbentuk bangsa yang tidak hanya cerdas secara kognitif tapi juga cerdas secara moral.